Cerita hari ini #1 : “Senja”

Baiklah, hari ini ayo kita bicara tentang senja.

Siapa yang menyukai senja? Atau ganti saja, siapa yang tidak menyukai senja? Pertanyaan ini bisa kau jawab dengan sendirinya. Lalu aku pasti akan menjawab dengan ledakan suara.“Aku sangat menyukai senja!”

Ada yang pernah mengatakan padaku, senja itu seperti pelarian bagi mereka yang merasa sendu pilu. Benarkah? Apa kau juga merasakannya? Aku rasa itu benar. Saat kita membuka mata, di sana … sebuah lukisan senja tanpa kanvas tengah menarik kita. Menarik kedua mata untuk tetap terjaga memandangnya. Lalu, dia akan bagikan kedamaian bersama udara yang berhembus, menyentuh wajah kita.

Sesaat pesonanya mampu enyahkan kesedihan, itu menurutku. Mungkin, karena aku begitu menyukainya. Aku tidak lebih hanya seorang pengagum. Dan tak bisa menyampaikan pada senja, kalau aku menyukainya. Aku hanya bisa beryukur … karena Tuhan ciptakan senja, tanpa bisa kujabarkan seberapa indahnya.

Ini ceritaku tentang senja, apa ceritamu?

 

“Lupakan” bukan puisi #2

Lupakan

Hari ini waktunya untuk melupakan

Lupakan … lupakan … lupakan …

Hanya mencoba mengulang

Saat kau tak mengenal

Dunia yang pernah kau banggakan

 

Jangan ada tangisan …

Kau bukan pecundang!

Apa susahnya melupakan?

Layaknya bekas jejak di bibir pantai,

Yang perlahan dihapus ombak.

Kau tidak mengingat bekas jejak itu,

Tapi kau tahu pernah mengukir jejak di sana.

 

Lupakan tanpa harus kembali …

Karena yang terbaik tengah menanti.

21 Juli 2017

Terlepas ini puisi atau tidak. Aku tengah menyampaikan pesan melalui tulisan ini. ^_^

 

Bukan Puisi #1

Aku tidak lagi penggila mimpi

Tapi …

Bukan juga berhenti dan kalah

Setidaknya aku bukan seorang pecundang

Yang diam dibalik tirai kantuk

 

Bukan penggila harap

Dihadapi resiko yang menanti, mungkin

Aku …

Layaknya daun yang sedang menunggu

Kapan akhirnya dia akan terbang,

terbebas di ruang tanpa dinding

Lalu …

menemukan ada dunia di balik dunia

 

by me Tarii, 10 juli 2017

Tarik Ulur Waktu

Kau tahu benar jika waktu tidak pernah kembali.

Seperti embusan angin satu detik lalu yang menyentuh kulitmu sekilas.

Jika pun ia kembali menghampiri, tidak akan berwujud sama.

Serpihan waktu itu tanpa kesia-siaan dan lalai yang terbuang. Rumah waktu tanpa kekosongan cerita apalagi cahaya.

Kau tertawa getir. Menatap diri pada cermin yang diam. Kau bergumam, inikah aku sekarang?

Kau ingin berdiri pada pijakan yang tepat. Tidak goyah pada pijakan yang rusak.

Namun …

Langkah kakimu masih jalan di tempat.

Menghitung jarak.

Menghitung seberapa jauh kau dapat menembus waktu yang tersisa.